TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Momok kebakaran hutan dan kabut asap

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Fri, September 15, 2023

Share This Article

Change Size

Momok kebakaran hutan dan kabut asap Inferno: A firefighter battles a forest fire in Pekanbaru, Riau on Sept. 16, 2019. Indonesia is on alert for more forest and land fires partly as a result of the searing dry season. (AFP/Wahyudi)
Read in English

S

elama beberapa bulan terakhir, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) berulang kali memperingatkan terjadinya El Nino ekstrem pada musim kemarau tahun ini. BMKG bahkan mengembalikan ingatan pada krisis kebakaran hutan dan lahan gambut 2015-2016, yang menurut perhitungan Bank Dunia telah menghancurkan 2,6 juta hektar di Sumatera dan Kalimantan, serta menimbulkan kerugian sebesar $16 miliar dolar Amerika.

Badan Pangan Nasional merespons dengan baik peringatan BMKG tersebut dan mengingatkan semua pemangku kepentingan tentang risiko kekurangan pangan akibat buruknya hasil panen. Pemerintah menindaklanjuti program darurat dengan mengimpor 2 juta ton beras, yang menjadi makanan pokok masyarakat. Berkat impor, meroketnya harga beras kemungkinan besar dapat dicegah. Namun, lembaga-lembaga pemerintah, baik di pusat maupun daerah, serta perusahaan perkebunan, nampak menganggap enteng peringatan BMKG, terutama terkait risiko kebakaran hutan.

Media massa pekan lalu memberitakan terjadinya kebakaran hutan dan lahan gambut di Sumatera dan Kalimantan, yang kabut asapnya menyelimuti kota-kota besar di dua pulau besar tersebut. Belum ada keluhan dari Singapura dan Malaysia soal asap tebal, tetapi sepertinya hanya masalah waktu saja sebelum kabut asap melintasi perbatasan internasional.

Tindakan tegas pemerintah pusat membentuk Aliansi Bebas Api (Fire Free Alliance/FFA) meragukan. FFA adalah sebuah platform yang terdiri dari beberapa pemangku kepentingan dari perusahaan kehutanan dan pertanian, LSM dan kolaborator, serta mitra terkait lainnya, yang berkomitmen menyelesaikan masalah kabut asap yang timbul dari kebakaran hutan dan lahan di negara ini.

Namun belum terlambat bagi pemerintah untuk mendorong para anggota FFA, termasuk pemerintah daerah, agar waspada dan bersiap mencegah krisis kebakaran hutan dan lahan gambut, karena berdasarkan beberapa laporan pengamat iklim, diperkirakan bahwa El Nino yang kuat akan terus berlanjut hingga akhir tahun ini. Kerja sama seluruh pemangku kepentingan sangat penting karena penyebab kebakaran hutan dan lahan pada musim kemarau sangat beragam dan kompleks. Bersiap-siaplah secara maksimal, atau bahkan berlebihan, jika terdapat risiko bencana alam di tengah prakiraan El Nino ekstrem dan darurat iklim.

Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa kebakaran hutan pada musim kemarau biasanya disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor. Faktor kebiasaan “tebang dan bakar” untuk pertanian subsisten, pembukaan lahan untuk perkebunan, kebakaran lahan gambut di bawah tanah, dan kebakaran tidak disengaja yang berkaitan dengan kebiasaan masyarakat sehari-hari seperti membuang puntung rokok yang berapi hingga meninggalkan kompor yang tidak digunakan tetap menyala. Api tidak kenal batas. Karena itu, penting untuk berkegiatan dengan mengintegrasikan unsur-unsur bebas kebakaran, didukung oleh pemerintah di berbagai tingkatan.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Pemerintah daerah harus mencermati apakah perusahaan kelapa sawit, terutama yang berada di lahan gambut rawan kebakaran di Kalimantan, Riau, dan Sumatera Selatan, telah menerapkan sistem pencegahan dan pengelolaan kebakaran. Mereka harus punya jaringan pos pemantau kebakaran, menara pemadam kebakaran, dan kendaraan patrol yang selalu siaga. Sistem pencegahan kebakaran yang dimiliki perusahaan tidak akan pernah efektif tanpa kerja sama yang baik dengan pemerintah daerah dan masyarakat setempat.

Masyarakat berperan penting dalam mencegah kebakaran karena merekalah pelaksana di lapangan, terutama di wilayah yang tidak dapat diakses oleh tim pemadam kebakaran perusahaan. Pemerintah daerah dan perusahaan perkebunan harus meningkatkan kerja sama untuk memberdayakan masyarakat di sekitar daerah rawan kebakaran melalui kampanye informasi dan bahkan sesi pelatihan pemadaman api untuk mencegah kebakaran.

Ancaman kebakaran hutan dan lahan gambut kembali mengingatkan kita pada lemahnya penegakan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) yang ditandatangani di Kuala Lumpur pada Juni 2002. AATHP telah diratifikasi oleh enam dari 10 anggota ASEAN agar menjadi formal.

Perjanjian tersebut menetapkan bahwa negara-negara ASEAN harus melakukan dan melaksanakan kewajiban hukum tertentu dan salah satu kewajibannya adalah mengambil tindakan legislatif, administratif, dan lainnya. Namun Indonesia, yang sering disalahkan sebagai sumber utama kabut asap akibat siklus kebakaran hutan, belum memberlakukan undang-undang pencemaran asap lintas batas dalam negeri. Begitu pun Malaysia.

Hingga saat ini, hanya Singapura yang telah memberlakukan undang-undang polusi asap lintas batas dalam negeri. Kebijakan tersebut menambah tanggung jawab ekstra-teritorial bagi entitas yang terlibat dalam kebakaran di luar negeri yang menyebabkan polusi asap atau kabut lintas batas di Singapura.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.