i akhir periode kedua dan terakhir masa jabatannya, Presiden Joko “Jokowi” Widodo harus mempertimbangkan semua warisan yang akan ia tinggalkan untuk bangsa. Selama peralihan kekuasaan pada 21 Oktober tahun depan, ia tentu ingin memastikan prestasinya akan membantu sang penerus membawa republik ini lebih dekat menuju keadilan dan kesejahteraan bagi semua masyarakat.
Jokowi, yang masa kepresidenannya ditandai fokusnya pada pembangunan infrastruktur, program kesejahteraan sosial, dan pertumbuhan ekonomi, telah mengalami periode pertumbuhan yang sangat stabil sebesar 5 persen setiap tahun selama masa jabatannya. Angka tersebut hanya berbeda di 2020, ketika perekonomian Indonesia mengalami kontraksi akibat krisis ekonomi global akibat pandemi.
Indonesia diproyeksikan akan mempertahankan kestabilan tersebut hingga tahun terakhir masa jabatan Jokowi. Hal itu akan memberikan landasan dan kepercayaan diri yang sangat dibutuhkan bagi pemerintahan mendatang untuk menghadapi ketidakpastian global di tahun-tahun yang akan datang.
Dapat dikatakan bahwa kinerja Jokowi cukup baik di bidang ekonomi. Buktinya, ia memperoleh pengakuan luas, baik secara domestik maupun internasional. Selama kampanye presiden pada 2014, ia pernah berjanji mempercepat pertumbuhan sebesar 7 persen. Dan itu memang hanya sekadar iming-iming untuk memikat pemilih, yang tidak akan pernah jadi kenyataan, Namun, tetap saja janji tersebut mencerminkan optimisme dan tekadnya.
Pola pikir optimistis yang penuh tekad telah menandai gaya pemerintahannya. Contohnya, dalam upayanya merancang beberapa undang-undang omnibus untuk meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan kerja. Ia juga mendorong proyek-proyek penting, seperti kereta api cepat Jakarta-Bandung dan relokasi ibu kota ke Kalimantan Timur. Banyak juga proyek-proyek infrastruktur lainnya untuk meningkatkan konektivitas, yang menghabiskan sebagian besar anggaran negara.
Jokowi telah menyusun peta jalan bertajuk Indonesia Emas 2045, yang mencita-citakan Indonesia menjadi negara dengan perekonomian maju saat merayakan seratus tahun kemerdekaan. Menurut perkiraan Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (the Organization for Economic Cooperation and Development atau OECD), produk domestik bruto Indonesia akan tumbuh hingga $8,89 triliun dolar Amerika pada 2045. Indonesia akan menjadi negara terbesar keempat di dunia, didorong oleh bonus demografi pada tahun 2030–2040, ketika sebesar 64 persen penduduknya akan berada dalam usia produktif.
Lebih dari sekadar pasar besar bagi dunia, Indonesia diproyeksikan punya sumber daya manusia yang bertalenta, kreatif, dan produktif, serta mampu mengubah struktur perekonomian negara.
Tentu saja siapa pun yang menggantikan Jokowi akan memiliki gambaran jelas tentang mewujudkan visi tersebut menjadi nyata. Atau ia akan menemukan pilihan yang lebih baik dari apa yang telah disiapkan oleh Jokowi.
Dengan segala kiprahnya, Jokowi berpeluang besar meninggalkan jejak positif ketika lengser. Namun serangkaian kejadian akhir-akhir ini bisa mematahkan harapan tersebut.
Jokowi mengaku berperan aktif dalam menentukan jalannya pemilu presiden mendatang demi kebaikan bangsa. Namun, keputusan Mahkamah Konstitusi awal pekan ini menunjukkan hal sebaliknya. Keputusan tersebut hanya membuka jalan bagi putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, untuk mencalonkan diri sebagai wakil presiden bersama calon presiden Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Koalisi Indonesia Maju yang dipimpin oleh Prabowo dilaporkan sedang menunggu persetujuan Jokowi, yang dijadwalkan tiba di Indonesia hari ini setelah perjalanan ke luar negeri selama seminggu. Dukungan Jokowi terhadap anaknya sebagai calon wakil presiden adalah hal terakhir yang kita inginkan. Atau ia hanya akan merusak seluruh pencapaian indah selama ini dan menjerumuskan demokrasi Indonesia ke titik terendah.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.