TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Apakah pemilu kali ini ternoda?

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Wed, December 20, 2023

Share This Article

Change Size

Apakah pemilu kali ini ternoda? Coordinating Political, Legal and Security Affairs Minister Mahfud MD (center), Finance Minister Sri Mulyani Indrawati (left) and Financial Transaction Reports and Analysis Center (PPATK) chairman Ivan Yustiavandana prepare to give a press statement at the PPATK headquarters in Jakarta on April 10, 2023. (Antara/Asprilla Dwi Adha)
Read in English
Indonesia Decides

Pengungkapan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) minggu lalu bahwa dicurigai ada uang haram yang mengalir ke kampanye pemilu 2024 harus ditanggapi dengan serius. Bagaimana pun, hal tersebut bisa jadi alasan untuk mempertanyakan integritas pemilu mendatang.

Pada Jumat 16 Desember, beberapa hari setelah ajang debat pertama calon presiden yang cukup panas, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengungkapkan bahwa lembaga tersebut telah mencatat lonjakan jumlah transaksi mencurigakan yang signifikan. Transaksi terjadi setelah masa kampanye 28 November dimulai.

Kita semua paham bahwa aliran uang selalu deras pada tahun pemilu. Tapi Ivan mencatat bahwa lembaga tersebut meyakini setidaknya sebagian dana yang disetorkan ke rekening tujuan kampanye, yang biasa disebut sebagai RKDK, berasal dari sumber yang tidak sah. Dana yang dicurigai termasuk yang berasal dari tambang ilegal dan pinjaman usaha mikro yang disalahgunakan.

Jika dugaan adanya dana dari pertambangan ilegal tersebut benar adanya, para aktivis lingkungan hidup seharusnya dapat dengan mudah menemukan pelakunya, di antara sejumlah pelaku yang terkait dengan praktik tersebut. Lalu, jika betul terjadi penggelapan pinjaman mikro, maka hal ini merupakan pengkhianatan yang tak beradab terhadap sistem yang bertujuan mulia, yaitu memberikan pinjaman kepada para pemilik usaha kecil yang benar-benar membutuhkan pembiayaan.

Pengungkapan PPATK telah memicu seruan baru untuk melakukan penyelidikan. Lebih jauh, kubu yang bersaing lalu saling tuding.

Namun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengatakan pada hari Selasa bahwa mereka akan menganggap informasi tersebut sebagai informasi “awal”. Mereka berjanji akan lebih cermat memeriksa laporan keuangan kampanye para kandidat yang akan diserahkan pada 7 Januari 2024.

Sayangnya, penundaan pemeriksaan hingga laporan masuk bisa jadi memberi cukup waktu bagi para pelanggar untuk menutupi jejak mereka. Setidaknya, akan ada waktu bagi pihak berwenang untuk makin ragu bertindak dan akhirnya bersikap seolah tidak tahu.

Lalu, muncul masalah soal pihak-pihak yang terlibat. Bawaslu telah membantah klaim PPATK bahwa transaksi mencurigakan tersebut dapat dikaitkan dengan kandidat pemilu tertentu. Bawaslu juga menentang informasi yang dijelaskan dalam pemberitaan media.

Aksi jual-beli suara dilaporkan merajalela pada pemilu-pemilu sebelumnya, namun hanya sedikit pelaku yang diajukan ke meja hijau.

Karena lembaga pengawas pemilu tampaknya tidak berkomitmen dalam menangani temuan PPATK, maka tanggung jawabnya ada pada penegak hukum. Mereka harus membuktikan bahwa masyarakat Indonesia sudah salah duga dengan tidak mempercayai aparatur negara.

Bagaimana pun, muncul kekhawatiran besar terkait kemampuan negara ini untuk menyelenggarakan salah satu pemilu serentak terbesar di dunia secara adil dan transparan.

Pelanggaran etika serius yang terjadi pada bulan Oktober di gedung pengadilan tertinggi negara, Mahkamah Konstitusi, telah memberi cukup alasan bagi para aktivis demokrasi untuk mempertanyakan kredibilitas proses pemilu. Dan pelanggaran yang dilakukan mantan Ketua Mahkamah Agung Anwar Usman sudah cukup untuk menjauhkan sebagian pemilih dari pasangan calon tertentu untuk pemilihan presiden 2024.

Seperti makin menambah dimensi lain terhadap defisit kepercayaan yang ada, operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di hari Senin 18 Desember terhadap Abdul Ghani Kasuba, Gubernur Maluku Utara, telah menunjukkan bahwa politik transaksional masih ada dan berkembang di negara ini. Dan hal itu terlepas dari apakah gubernur yang ditangkap nantinya akan dinyatakan bersalah.

Sebelumnya, pada bulan November, masyarakat menghadapi klaim kebocoran informasi daftar pemilih. Kebocoran data merupakan pelanggaran privasi terbaru selama setahun terakhir, yang sebagian besar menargetkan situs web dan database badan pemerintah. Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersikeras bahwa kebocoran tersebut bukan berasal dari lembaga tersebut dan mengatakan bahwa penyelidikan polisi sedang berlangsung.

Dan semua hiruk pikuk itu belum termasuk bisik-bisik akan adanya upaya curang dalam pemilihan umum mendatang.

Intinya, yang penting bagi kita semua adalah bahwa kita tidak bisa mengambil risiko pemilihan umum mendatang adalah pemilihan yang ternoda oleh macam-macam hal. Jangan sampai pemilihan umum kita berakhir dengan hasil yang sangat buruk.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.