TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Belum waktunya selebrasi

Mengandalkan jaring pengaman sosial tidak akan banyak membantu menekan kemiskinan karena sifatnya yang hanya jangka pendek. Banyak pula laporan bahwa bantuan sosial diberikan kepada mereka yang tidak berhak menerimanya.

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Wed, July 10, 2024 Published on Jul. 9, 2024 Published on 2024-07-09T19:42:25+07:00

Change text size

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Belum waktunya selebrasi On the right track: Children defy the heat as they play on the rail tracks in Pejompongan, Central Jakarta, on July 15, 2022. Statistics Indonesia (BPS) found the country’s poor population declined by 1.38 million, or 0.6 percent month-to-month, to 26.16 million in March. (Antara/Hafidz Mubarak Ahmad)
Read in English

T

idaklah bijaksana untuk berasumsi bahwa penurunan tingkat kemiskinan di Indonesia, yang mencapai titik terendah dalam sejarah, merupakan indikasi adanya perbaikan besar dalam bidang sosio-ekonomi negara ini. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan di Indonesia adalah sebesar 9,03 persen pada Maret 2024.

Persentase tersebut berarti lebih dari 25 juta penduduk Indonesia tergolong miskin. Parameternya adalah pengeluaran mereka yang kurang dari Rp582.932 ($35,81 dolar Amerika) per kapita per bulan.

Kita punya alasan untuk tetap tidak puas dengan yang dinyatakan sebagai pencapaian tersebut. Pasalnya, rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) lima tahunan pemerintah pada 2019-2024 menetapkan target untuk menekan angka kemiskinan menjadi 6 hingga 7 persen.

Pemerintah bisa saja berdalih bahwa pandemi tempo hari menjadi penyebab kegagalan pemenuhan target. Namun, program pengentasan kemiskinan juga tidak berjalan lebih baik pada lima tahun sebelumnya, ketika terjadi lebih sedikit guncangan ekonomi. Saat itu, angka kemiskinan Indonesia berdasarkan survei BPS pada September 2019 adalah 9,22 persen. Artinya, jauh di bawah target yang berkisar antara 7 dan 8 persen.

Kami sependapat dengan para ahli yang mengaitkan lambannya progres pengentasan kemiskinan dengan distribusi bantuan sosial yang masif. Bantuan tersebut, khususnya dalam bentuk dana tunai dan penyediaan bahan pokok. Seharusnya, pengentasan kemiskinan dilakukan dengan peningkatan sumber daya manusia. Hal itu bisa terlaksana melalui perbaikan akses terhadap pendidikan tinggi dan pendidikan keterampilan. Keduanya akan membantu masyarakat berpenghasilan rendah mendapatkan pekerjaan yang layak sehingga dapat meningkatkan jenjang sosial ekonomi mereka.

Mengandalkan jaring pengaman sosial tidak akan banyak membantu karena sifatnya hanya jangka pendek. Apalagi, program-program bantuan sering kali bertepatan dengan agenda populis pemerintah petahana yang berupaya untuk tetap berkuasa. Banyak pula laporan terkait bantuan sosial yang diberikan kepada mereka yang tidak berhak menerimanya.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Dalam rencana pembangunan jangka menengah berikutnya pada 2024 hingga 2029, penurunan angka kemiskinan ditetapkan lebih rendah lagi, yaitu sebesar 4,5 hingga 5 persen. Angka ini tentunya akan lebih sulit dicapai, kecuali dilakukan perubahan radikal pada masa pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto.

Selain itu, pengukuran kemiskinan tidak semudah menetapkan ambang batas pengeluaran tertentu, untuk menentukan jumlah individu yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.

Tidak ada cara yang benar atau salah untuk mengukur kemiskinan. Namun, tolok ukur yang digunakan untuk mengukur kemiskinan mencakup hal-hal yang berbeda. Para ahli telah lama menyatakan bahwa terdapat banyak lapisan dalam jenjang kemiskinan. Seharusnya,  mengukur tingkat kemiskinan juga mencakup mengukur akses terhadap pendidikan, layanan kesehatan, perumahan, air bersih dan sanitasi, serta parameter lainnya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak masyarakat yang tidak mendapatkan fasilitas tersebut, meskipun mereka tidak tergolong miskin berdasarkan ambang batas pengeluaran yang ditentukan BPS. Bayangkan jika mereka hidup di bawah ambang batas, yang berarti kesulitan yang mereka alami bisa lebih buruk daripada sekadar tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar.

Hal itu sangat mungkin terabaikan, mengingat pendekatan yang dilakukan pemerintah dalam menangani kemiskinan.

Selain itu, kita perlu mempertimbangkan fakta bahwa ambang batas kemiskinan Indonesia dianggap terlalu rendah untuk negara berpendapatan menengah ke atas. Dan status negara berpendapatan menengah ke atas diterima Indonesia berdasarkan kinerja perekonomiannya pada 2022.

Bank Dunia, misalnya, telah merekomendasikan negara berpendapatan menengah ke atas untuk menggunakan purchasing power parity (PPP atau paritas daya beli) sebesar $6,85 untuk mengukur garis kemiskinan. PPP merupakan konsep ekonomi makro yang sering digunakan untuk membandingkan kesejahteraan antarnegara.

Lembaga penelitian SMERU menemukan bahwa garis kemiskinan Indonesia ditetapkan sebesar $3,16 PPP. Sebagai perbandingan, standar untuk negara-negara berpendapatan rendah adalah $2,15 PPP, sedangkan untuk negara-negara berpendapatan menengah ke bawah adalah $3,65 PPP.

Pada akhirnya, masih terlalu dini untuk menyebut penurunan angka kemiskinan sebagai sebuah keberhasilan. Pada tingkat ini, masih harus dilihat apakah kita dapat memenuhi visi Indonesia Emas 2045, yang memproyeksikan angka kemiskinan akan turun menjadi sekitar 0,8 persen.

Pemerintah mengatakan bahwa pada 2045, Indonesia akan menjadi negara berpendapatan tinggi menurut standar Bank Dunia. Sebuah tantangan yang sulit karena untuk mencapainya, Indonesia harus tumbuh rata-rata minimal 7 persen setiap tahun. Sedangkan satu dekade terakhir, kita hanya mampu mencapai pertumbuhan sebesar 5 persen.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.

Share options

Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!

Change text size options

Customize your reading experience by adjusting the text size to small, medium, or large—find what’s most comfortable for you.

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!

Continue in the app

Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.