Mari berharap bahwa pemerintah akan menepati janji dan menyelesaikan perjanjian tersebut sesuai periode target terakhir, yaitu bulan depan.
aktu semakin mendesak bagi Indonesia dan Uni Eropa untuk menyelesaikan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (Comprehensive Economic Partnership Agreement atau CEPA). Harus segera ada finalisasi jika kedua belah pihak ingin menyelesaikannya sebelum Presiden Joko “Jokowi” Widodo meninggalkan jabatannya pada 20 Oktober.
Kedua belah pihak hanya punya waktu beberapa minggu untuk menyelesaikan perjanjian tersebut. Inisiasi terkait CEPA telah berlangsung selama lebih dari delapan tahun, terhitung sejak negosiasi dimulai pada 2016.
Penegasan Indonesia bahwa putaran negosiasi ke-19 pada Juli akan menyelesaikan pakta tersebut menunjukkan optimism. Dan hal itu perlu diapresiasi. Namun, hingga masuk Agustus, masih belum jelas jika kedua belah pihak pada akhirnya akan bersepakat. Bahkan, bukan tidak mungkin masih diperlukan diskusi lebih lanjut
Dalam dokumen resminya, pihak UE telah menyatakan bahwa “belum ada keputusan terkait beberapa masalah utama, termasuk pembatasan ekspor dan impor, serta ketentuan investasi”. Disebutkan juga bahwa kelompok-kelompok negosiasi akan terus bekerja dalam beberapa minggu mendatang.
Kami sangat berharap pemerintah dapat menepati janji dan menyelesaikan perjanjian tersebut pada periode target terakhir bulan depan.
Indonesia harus menjamin penyelesaian dengan segera, karena penundaan lebih lanjut akan mengakibatkan kita kehilangan kesempatan berharga. Bayangkan jika waktu selama itu digunakan untuk meningkatkan daya saing Indonesia sehingga bisa menyaingi negara-negara tetangga.
Kita bisa mencontoh Vietnam. Nilai perdagangan Vietnam dengan UE melonjak signifikan, lebih dari 14 persen pada 2021. Kenaikan terjadi setelah diberlakukan perjanjian perdagangan bebas Vietnam dan UE pada tahun sebelumnya. Tahun lalu, Vietnam merupakan mitra dagang terbesar ke-17 UE. Nilai komoditas yang dipertukarkan lebih dari $69,27 miliar dolar Amerika.
Sementara itu, tahun lalu Indonesia hanya menjadi mitra dagang di urutan ke-33 dalam daftar mitra terbesar UE. Nilai perdagangan bilateral yang terjadi adalah sebesar $32,04 miliar.
Lebih jauh, implikasi finansial dari penundaan tersebut akan semakin jelas. Harus dipertimbangkan besarnya potensi investasi yang akan diarahkan ke Indonesia jika perjanjian tersebut dibereskan lebih awal. Hal ini khususnya terlihat dalam konteks energi terbarukan, sebagaimana dibuktikan oleh pengalaman Vietnam.
Selain itu, Indonesia harus mempertimbangkan penerapan Peraturan Deforestasi UE yang akan segera dilaksanakan pada Desember tahun ini. Penerapan aturan tersebut dilakukan bersamaan dengan berakhirnya masa transisi Mekanisme Penyesuaian Perbatasan Karbon UE yang dijadwalkan dilaksanakan pada 2026. Dalam aturan deforestasi tersebut, tercantum bahwa semua komoditas yang diekspor ke Eropa bukan berasal dari lahan yang mengalami penebangan besar-besaran.
Perjanjian perdagangan yang komprehensif mungkin tidak sepenuhnya meniadakan dampak dari kedua faktor tersebut. Namun, setidaknya, perjanjian perdagangan akan memberi Indonesia sebuah ekosistem perdagangan yang lebih menguntungkan bagi komoditasnya yang memasuki zona euro.
Akan lebih bijaksana untuk menyelesaikan perjanjian di bawah pemerintahan Jokowi, khususnya untuk UE. Pasalnya, bernegosiasi dengan pemerintahan yang baru akan menimbulkan ketidakpastian baru.
Terlepas dari jaminan keberlanjutan yang ditawarkan oleh tim presiden terpilih Prabowo Subianto, ada perbedaan kepribadian antara presiden yang akan akan pension dan yang akan menggantikan. Sikap pendukung mereka masing-masing juga akan mempengaruhi.
Kegagalan mencapai kesepakatan saat ini akan menimbulkan risiko perlunya proses negosiasi yang lebih lama. Sungguh sulit untuk menilai jika situasinya akan lebih menguntungkan dalam lima tahun ke depan, dibandingkan dengan menyelesaikan perjanjiannya sekarang.
Perdagangan adalah koneksi dua arah. Pembatasan akses perusahaan Indonesia ke UE juga menghadirkan tantangan bagi perusahaan UE yang ingin memperluas hubungan perdagangan dengan Indonesia. Padahal, saat ini Indonesia merupakan ekonomi terbesar yang sedang berkembang pesat di kawasan Asia Tenggara.
Dengan mengadakan perjanjian dengan UE, Indonesia akan dapat menghapus hambatan perdagangannya sendiri, sehingga menciptakan hubungan timbal balik.
Sebagai negara dengan populasi terpadat keempat di dunia, Indonesia merupakan pasar yang substansial bagi UE. Namun, jika negosiasi tetap tidak terselesaikan untuk waktu yang lama, UE mungkin saja akan lebih memilih negara lain yang telah meresmikan kesepakatan perdagangan dengannya.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.