TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Biaya demokrasi

Warga negara Indonesia, khususnya kaum muda, telah menunjukkan tanda-tanda frustrasi dengan kondisi pemerintahan saat ini. Hal itu tercermin dalam berbagai gerakan daring dan bahkan protes di jalanan bulan lalu, saat ada upaya politik untuk menghindari putusan Mahkamah Konstitusi.

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Wed, September 11, 2024 Published on Sep. 10, 2024 Published on 2024-09-10T16:13:15+07:00

Change text size

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Biaya demokrasi Former Jakarta governor Anies Baswedan (left) poses with the chair of the Indonesian Democratic Party of Struggle's (PDI-P) Jakarta branch, Ady Wijaya, following a meeting at the branch chair office in East Jakarta on Aug. 24, 2024. (Antara/Fakhri Hermansyah)
Read in English

S

etelah kalah dalam pemilihan presiden Februari lalu, dan gagal mendaftarkan diri untuk dipilih sebagai gubernur di Jakarta bulan lalu, mantan gubernur Anies Baswedan telah menyinggung kemungkinan membentuk kelompok masyarakat sipil atau bahkan partai politiknya sendiri. Ia merasa perlu menyalurkan suara publik yang semakin banyak menuntut perubahan.

Wacana seputar rencananya tersebut menggarisbawahi tantangan signifikan dalam lanskap politik Indonesia. Bagaimana pun, upaya menyuarakan harapan rakyat adalah hal yang penuh hambatan, melampaui ambisi pribadi dan dukungan publik.

Mendirikan partai baru butuh sejumlah besar sumber daya, baik politik, ekonomi, dan sosial. Semakin banyak politisi mengatakannya, menanggapi gagasan Anies.

Kerangka hukum kompleks yang mengatur organisasi politik di Indonesia, yang mencakup proses pendaftaran yang rumit, persyaratan keanggotaan yang ketat, dan peraturan penggalangan dana yang mengikat, membuat tugas tersebut menjadi menakutkan.

Yang lebih penting lagi, keberhasilan partai bergantung pada dukungan finansial yang berkelanjutan. Partai juga membutuhkan organisasi akar rumput serta kemampuan untuk memobilisasi basis pemilih yang signifikan. Dalam sistem politik yang didominasi oleh partai-partai mapan dengan jaringan yang mengakar kuat, pendatang baru perlu ketahanan dan sumber daya yang luar biasa untuk dapat menembus dominasi tersebut.

Namun, bahkan jika sebuah partai baru berhasil mengatasi rintangan awal ini, belum tentu partai tersebut dapat mengubah dinamika politik yang ada secara signifikan.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Sistem politik Indonesia, meskipun mengikuti demokrasi prosedural, sering kali bergerak dengan cara yang membatasi gerakan politik independen. Pengaruh yang meluas dari elit mapan, yang banyak di antaranya terkait kepentingan oligarki, membatasi ruang bagi orang luar untuk membangun karier politik tanpa ikatan apa pun.

Pendatang baru di bidang politik menghadapi tantangan dalam mempertahankan independensi ideologis. Partai baru sering kali dipaksa bergabung dengan alianasi yang tidak sepenuhnya sejalan dengan nilai-nilai asli mereka.

Jika Anies mendirikan partai baru, ia akan menghadapi risiko terjerat dalam jaringan kekuasaan yang sama. Dan jeratan ini akan sampai pada tingkat yang belum pernah ia alami. Hal itu akan melemahkan kemampuan calon partai tersebut untuk benar-benar hadir sebagai alternatif nyata bagi status quo.

Bagi tokoh politik mana pun yang sedang naik daun dan ingin memperkuat lembaga demokrasi negara, kuncinya mungkin terletak bukan di pembentukan partai.

Daripada hanya fokus pada pembangunan partai baru, akan lebih efektif mennggunakan pendekatan yang dapat melibatkan peningkatan literasi politik di antara masyarakat. Langkah itu akan menarik perhatian populasi yang semakin tidak puas dan kecewa pada politik tradisional.

Warga negara Indonesia, khususnya kaum muda, telah menunjukkan tanda-tanda frustrasi dengan keadaan pemerintahan saat ini. Hal itu tercermin dalam berbagai gerakan daring dan bahkan protes jalanan bulan lalu, saat ada upaya politik untuk menghindari putusan Mahkamah Konstitusi.

Memobilisasi kelompok-kelompok ini di sekitar isu-isu seperti transparansi, keadilan sosial, dan antikorupsi dapat memberikan landasan yang kuat bagi gerakan masyarakat sipil yang menantang elit politik dari sisi eksternal.

Selain itu, daripada hanya mengandalkan kemenangan elektoral, Anies, atau tokoh lain yang mendambakan demokrasi penuh, harus bersatu. Mereka harus fokus membujuk para pendukung pemerintahan yang akan datang agar bergabung dengan perjuangan mereka.

Membangun koalisi dukungan yang luas lintas partai, menembus afiliasi agama, dan tanpa identitas daerah dapat menciptakan penyeimbang yang kuat bagi elit politik yang mengakar. Gerakan akar rumput semacam ini mungkin tidak menawarkan alternatif yang layak bagi partai politik tradisional, tetapi tetap dapat membantu menumbuhkan demokrasi yang lebih partisipatif. Yang menarik, akan ada semangat yang sesuai dengan kekuatan politik yang baru dan berkembang.

Terlepas dari segala rintangan, Indonesia memerlukan masyarakat sipil yang lebih berdaya untuk mematahkan dominasi elit politiknya. Sudah terlalu lama lanskap politik negara ini dibentuk oleh tokoh-tokoh yang didorong oleh ambisi dan kekuasaan pribadi.

Jika Anies benar-benar ingin mewakili aspirasi masyarakat yang lebih demokratis dan adil, upayanya harus lebih dari sekadar pembentukan partai baru. Indonesia butuh peremajaan semangat demokrasinya, yang dipimpin oleh gerakan yang memprioritaskan suara rakyat di atas kepentingan elit.

Jadi, meskipun pembentukan partai politik baru mungkin merupakan pilihan yang menarik, hal itu tidak mungkin membawa perubahan struktural yang dibutuhkan Indonesia. Kecuali, jika pembentukan partai baru merupakan bagian dari strategi yang lebih luas, yang bertujuan memperkuat masyarakat sipil dan memberdayakan para pemilih.

Hanya dengan mengatasi akar penyebab kekecewaan politik, Indonesia dapat bergerak menuju demokrasi yang lebih inklusif dan bertanggung jawab.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.

Share options

Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!

Change text size options

Customize your reading experience by adjusting the text size to small, medium, or large—find what’s most comfortable for you.

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!

Continue in the app

Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.