Hubungan dengan Tiongkok tak dapat hanya terkait pada kerja sama ekonomi yang kuat, karena masih ada beberapa masalah, termasuk pertikaian di Laut China Selatan, serta membanjirnya barang-barang Tiongkok ke pasar Indonesia.
Dengan kondisi geopolitik saat ini, pasti yang terpikir adalah bahwa hubungan ekonomi antara Indonesia dan Tiongkok sudah demikian dekatnya, sehingga sulit mengubah persepsi yang ada saat ini, bahwa Jakarta sudah lebih condong ke Beijing dalam masalah persaingan antara Tiongkok dengan Amerika Serikat. Indonesia mungkin menyatakan komitmennya untuk tetap tidak berpihak. Tapi, perubahan terkini dalam lanskap politik dan ekonomi global mengharuskan negara ini makin dekat ke Tiongkok.
Kunjungan Perdana Menteri Tiongkok Li Qiang ke Indonesia akhir pekan ini dilakukan di masa-masa AS, di bawah Presiden Donald Trump, meluncurkan perang tarif. Tarif tersebut berlaku hampir di setiap negara di dunia, termasuk Tiongkok dan Indonesia.
Salah satu cara untuk menanggapi tarif AS adalah dengan mempererat kerja sama ekonomi dan mengurangi ketergantungan pada perdagangan dengan negara tersebut. Tidak sulit menemukan titik temu bagi Tiongkok, negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia, juga bagi Indonesia, negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara.
Hubungan ekonomi Tiongkok dan Indonesia sudah begitu dekat. Beberapa pihak bahkan mengatakan hubungan itu demikian dekatnya, lebih dari nyaman, sehingga Indonesia menjadi terlalu bergantung pada Tiongkok dalam hal perdagangan, investasi, dan bantuan keuangan.
Li datang bersama delegasi besar berisi para pebisnis yang ingin menjajaki dan menandatangani kesepakatan dengan mitra mereka dari Indonesia. Bersama tuan rumah Presiden Prabowo Subianto, ia menghadiri Resepsi Bisnis Indonesia-Tiongkok, dan menyaksikan serangkaian seremoni penandatanganan. Hal itu termasuk pelaksanaan kesepakatan investasi yang ditandatangani Prabowo saat berkunjung ke Beijing pada November lalu, senilai lebih dari 10 miliar dolar Amerika. Yang juga penting adalah kesepakatan antara kamar dagang mereka, yang mempererat hubungan antar pebisnis, baik antara perusahaan swasta maupun yang dikelola negara.
Tahun ini menandai 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia dan Tiongkok. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk mewujudkan perjanjian kemitraan strategis komprehensif yang ditandatangani pihak Indonesia dan Tiongkok pada 2013. Kunjungan Li adalah kesempatan bagi kedua negara untuk menjajaki ulang hubungan mereka dan melihat arah hubungan ini dalam lanskap geopolitik yang semakin tidak menentu.
Ada kewaspadaan. Hubungan yang makin erat seharusnya tidak membuat Indonesia menjadi terlalu bergantung pada Tiongkok. Kita mungkin tidak lagi bergantung pada AS, tetapi pemerintah seharusnya berupaya untuk membina hubungan ekonomi yang lebih erat dengan negara-negara lain di kawasan ini, terutama Jepang, Korea Selatan, Australia, India, dan negara-negara tetangga kita di Asia Tenggara.
Pemerintah perlu diingatkan bahwa hubungan dengan Tiongkok tidak dapat semata-mata dikaitkan dengan kerja sama ekonomi yang kuat. Di bidang lain, masih ada beberapa masalah, termasuk pertikaian di Laut China Selatan, keberadaan pekerja Tiongkok di Indonesia, serta membanjirnya barang-barang Tiongkok ke pasar kita. Masih ada kecurigaan pada niat Tiongkok, yang tersebar luas di kalangan politisi dan militer, berdasarkan tuduhan bahwa Partai Komunis Tiongkok mencampuri masalah politik Indonesia pada era 1960-an. Hal itu yang menyebabkan hubungan dua negara dibekukan selama 25 tahun hingga tahun 1990.
Namun, tidak dapat disangkal bahwa kerja sama ekonomi yang lebih erat membantu membangun kepercayaan antara kedua negara. Mari menantikan kehadiran Presiden Tiongkok Xi Jinping ke Jakarta, sebuah kunjungan balasan atas lawatan Prabowo pada November lalu ke Beijing.
Kunjungan tersebut akan menegaskan seberapa penting hubungan dua negara Tiongkok dan Indonesia.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.