Saat ini bukan saat tepat untuk berpikir menambah usia pensiun pegawai negeri. Jangan sampai kita kehilangan bonus demografi yang akan datang dan meleset dari target mencapai Indonesia Emas 2045, yaitu menjadi negara dengan ekonomi berpendapatan tinggi dan masyarakat yang maju saat Indonesia berumur seratus tahun.
Perdebatan tentang ditambahnya usia pensiun wajib bagi pegawai negeri telah mendapat perhatian luas. Dalam suratnya kepada Presiden Prabowo Subianto, Ketua Korps Pegawai Negeri (Korpri) Zudan Arif Fakrulloh mengusulkan untuk menaikkan usia pensiun pegawai negeri hingga 70 tahun dalam revisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara yang akan datang.
Zudan berpendapat bahwa semakin lama masa kerja pegawai negeri, semakin besar kemungkinan mereka terdorong untuk meningkatkan keterampilan, sehingga akan lebih efektif membantu birokrasi dalam mewujudkan agenda pemerintah.
Usulan Korpri terkait usia pensiun baru hanya berlaku bagi mereka yang menduduki jabatan pimpinan. Sedangkan untuk tingkatan lainnya, diusulkan juga batasan usia maksimum, yaitu 65 tahun untuk pegawai pemerintah tingkat menengah, seperti kepala lembaga, dan antara 62 dan 63 tahun untuk mereka yang berada di jenjang hierarki yang lebih rendah. Undang-undang yang saat ini berlaku menetapkan usia pensiun 60 tahun untuk jabatan tersebut.
Usulan ini didukung fakta adanya kenaikan usia harapan hidup orang Indonesia. Angkanya meningkat dari 65,5 tahun pada 2000 menjadi 74 tahun pada 2024. Selain itu, revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang baru-baru ini disahkan juga memperpanjang usia pensiun prajurit menjadi antara 55 dan 65 tahun. Panglima TNI bahkan diizinkan bertugas hingga usia 67 tahun dengan persetujuan presiden.
Namun, para pembuat kebijakan harus berpikir dua kali sebelum menyetujui usulan tersebut. Meski menurut Zudan, suratnya mewakili aspirasi 3,65 juta pegawai negeri sipil.
Menteri reformasi birokrasi mengatakan bahwa pemerintah tidak berencana menanggapi tuntutan Korpri terkait penambahan usia pensiun pegawai negeri. Tapi, perubahan haluan selalu mungkin terjadi, terlebih jika alasannya adalah politik. Sudah menjadi rahasia umum bahwa birokrasi rentan dipolitisasi, terutama menjelang pemilihan umum di tingkat nasional dan daerah. Padahal, secara hukum, birokrasi harus tetap netral.
Tentunya pemerintah dan DPR harus menyadari bahwa saat ini bukan waktu yang tepat untuk menaikkan usia pensiun pegawai negeri.
Pertama dan terutama, pegawai negeri secara umum telah dianggap tidak produktif, meskipun reformasi terus dilakukan. Dibandingkan dengan negara-negara berpenghasilan menengah, peringkat Indonesia yang relatif rendah dalam indeks kemudahan berbisnis dan persepsi korupsi menunjukkan bahwa kinerja pegawai negeri kita, sampai batas tertentu, belum sesuai harapan. Di banyak kantor pemerintah, birokrasi berbelit masih jadi norma umum.
Menurut Indeks Blavatnik Administrasi Publik 2024 dari Universitas Oxford, pegawai negeri di Singapura adalah pegawai negeri sipil dengan kinerja terbaik. Negara tersebut mencatat skor 0,85 pada skala nol hingga 1. Sebaliknya, Indonesia ada di peringkat ke-38 dari 120 negara yang disurvei, dengan skor 0,61. Skor negara kita setara dengan Republik Dominika.
Profesor Ilmu Pemerintahan Djohermansyah Djohan termasuk di antara yang mengkritik langkah menaikkan usia pensiun pegawai negeri sipil. Beberapa negara Asia yang telah maju seperti Jepang dan Korea Selatan memang menaikkan batas usia pensiun untuk pegawai negeri sipil, tapi hal ini terjadi karena mereka kekurangan karyawan baru yang dapat menggantikan pegawai yang telah berusia lanjut. Di Indonesia, yang terjadi adalah sebaliknya: Negara ini tidak punya cukup tempat untuk banyak pencari kerja yang bercita-cita menjadi pegawai negeri sipil.
Pegawai negeri sipil Indonesia sangat butuh regenerasim dan bukan usia pensiun yang lebih tinggi, terutama jika hal ini hanya memungkinkan bagi orang-orang tertentu yang ingin memperpanjang posisi birokrasi mereka. Mungkin fokusnya harus pada peningkatan keterampilan, literasi digital, dan efisiensi pegawai negeri sipil saat ini terlebih dahulu, dan bukan memperpanjang masa kerja mereka.
Yang lebih penting, menaikkan usia pensiun pegawai negeri sipil menimbulkan ancaman signifikan terhadap bonus demografi kita. Diproyeksikan, bonus demografi akan mencapai puncaknya sekitar tahun 2030 dan berlangsung hingga masa antara 2035 dan 2040. Periode ini menawarkan peluang unik untuk percepatan pertumbuhan ekonomi jika tenaga kerja muda yang sedang berkembang dipekerjakan secara produktif.
Aspirasi Indonesia untuk menjadi negara ekonomi berpendapatan tinggi saat usianya mencapai 100 tahun pada 2045 bergantung pada tingginya pertumbuhan yang berkelanjutan, yang didorong oleh peningkatan produktivitas. Potensi inovasi dan adaptasi, yang sering kali didorong oleh generasi muda yang merupakan masyarakat digital yang sebenarnya, dapat terhambat oleh birokrasi kuno yang lebih lambat.
Para pembuat kebijakan perlu menemukan cara yang lebih cerdas dalam berinvestasi pada sumber daya manusia dan meningkatkan produktivitas, sehingga kita berada dalam posisi yang kuat ketika tiba saatnya untuk secara realistis berbicara tentang mengubah batas usia pensiun.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.