Can't find what you're looking for?
View all search resultsCan't find what you're looking for?
View all search resultsSekitar 30 dari 55 wakil menteri di kabinet Prabowo telah merangkap jabatan sebagai komisaris di badan usaha milik negara (BUMN).
Sejak awal pemerintahannya, terlihat jelas bahwa Presiden Prabowo Subianto telah mengambil pendekatan yang berbeda dengan pendahulunya, Joko “Jokowi” Widodo. Ia punya cara sendiri dalam membentuk pemerintahannya.
Meskipun Presiden telah mempertahankan banyak menteri dan program dari masa pemerintahan Jokowi, ia bukanlah seorang penerus yang sepenuhnya bersedia mempertahankan seluruh warisan sang mantan presiden.
Di antara hal-hal yang diubah oleh Prabowo adalah sistem patronase yang dikembangkan Jokowi selama satu dekade masa jabatannya. Jokowi sering melakukan perombakan kabinet untuk memastikan kepatuhan para menterinya, serta memperkuat aliansi dengan partai politik pendukung.
Prabowo, yang mewarisi sebagian besar menteri dari era Jokowi beserta program-programnya, telah membentuk kabinet yang lebih besar. Terdapat lebih dari 100 menteri dan wakil menteri. Namun, ia enggan menggunakan perombakan kabinet sebagai sistem carrot and sticks dalam kabinetnya. Istilah “wortel dan rotan” populer digunakan untuk menyebut pendekatan pemberian hadiah serta hukuman untuk memotivasi seseorang. Akan ada hadiah bagi yang sukses, dan ada hukuman jika gagal.
Sebaliknya, mungkin Presiden telah memberi terlalu banyak wortel dan kurang menghukum.
Delapan bulan berlalu, tidak ada satu pun program dalam pemerintahannya yang menunjukkan hasil signifikan. Namun, tidak seperti Jokowi, yang mungkin memilih untuk meninjau dan memberhentikan menteri-menteri berkinerja buruk, Prabowo telah memutuskan untuk memberi tanggung jawab lebih besar sekaligus menaikkan gaji para pembantunya.
Sekitar 30 dari 55 wakil menteri dalam kabinetnya telah merangkap jabatan sebagai komisaris di badan usaha milik negara (BUMN). Melambatnya pertumbuhan ekonomi dan adanya perang dagang global, yang dipicu oleh tarif kontroversial Presiden Amerika Serikat Donald Trump, telah memancing lebih banyak kritik terhadap pemerintah.
Para ahli hukum telah memperlihatkan bahwa penunjukan yang menjadikan adanya rangkap jabatan tersebut berarti melanggar Undang-Undang No. 39/2008 tentang Kementerian Negara. UU tersebut jelas melarang menteri dan wakil menteri merangkap jabatan. Larangan tersebut ditegaskan kembali dengan putusan Mahkamah Konstitusi pada 2019.
Peran ganda yang dijabat para wakil menteri telah menimbulkan pertanyaan. Apakah pejabat pemerintah dapat menjalankan tugas dengan baik jika mereka harus membagi waktu antara jabatan di kementerian dengan jabataan di BUMN?
Terdapat pula kekhawatiran akan adanya konflik kepentingan bagi para wakil menteri tersebut. Bagaimana pun, mereka akan berperan sebagai regulator di pemerintahan, sekaligus pengawas di BUMN. Banyak yang meragukan kinerja mereka akan baik. Yang mungkin terjadi, mereka mengorbankan kinerja mereka untuk mengawasi BUMN. Kemungkinan terburuknya, BUMN tidak akan berjalan secara independen dan akan tunduk pada tuntutan pemerintah.
Selama pemerintahan Jokowi, kebijakan yang mendapat kritik paling keras adalah pemberian posisi komisaris sebagai imbalan bagi para loyalisnya. Hal ini juga dikaitkan dengan kolapsnya beberapa BUMN, terutama yang bergerak di sektor infrastruktur, karena mereka dipaksa melaksanakan program-program Jokowi.
Tren memberikan posisi komisaris sebagai imbalan, meskipun dengan pendekatan yang berbeda, tampaknya akan tetap ada. Ada juga kemungkinan kondisi ini akan lebih buruk bagi BUMN dan kementerian, karena Presiden kurang menunjukkan minat untuk mendisiplinkan para pegawainya yang berkinerja buruk.
Tanpa sistem merit yang jelas, dengan penghargaan sepantasnya serta hukuman yang efektif, kecil kemungkinan Prabowo akan berhasil melaksanakan program-programnya.
Dalam buku berjudul Why Nations Fail, ekonom politik Daron Acemoglu dan James A. Robinson mengatakan bahwa negara-negara menuju kegagalan saat para pemimpinnya menciptakan lembaga ekstraktif. Dalam hal ini, pemimpin memusatkan kekuasaan dan kekayaan pada sekelompok elit, dengan mengorbankan seluruh warga negara.
Dengan memusatkan tanggung jawab besar pada segelintir orang, sepertinya Prabowo sedang mengarah pada penciptaan lembaga ekstraktif. Tanpa tinjauan kinerja yang jelas dan penegakan hukum yang kuat, secara tak sengaja Presiden bisa jadi membawa negara menuju kegagalan.
Sebelum pelantikannya, Dahnil Azhar Simanjuntak, salah satu ajudan terdekat Prabowo, mengatakan bahwa Presiden menuntut loyalitas dari para menterinya. Jabatan rangkap, dan karenanya gaji berlipat, dapat menjamin loyalitas ini. Namun, tidak ada jaminan bahwa para pejabat ini, yang digaji oleh para pembayar pajak, akan loyal kepada rakyat.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.