Rencana yang digulirkan Presiden Prabowo Subianto, untuk menempatkan perwakilan organisasi keagamaan sebagai bagian dewan penasihat pengelola dana kekayaan negara yang baru dibentuk, Danantara, menuai beragam reaksi. Para analis memperingatkan bahwa rencana itu bisa saja merupakan upaya untuk meredam kritik publik terhadap lembaga pengelola dana yang kontroversial tersebut.

Minggu lalu, Prabowo meresmikan Danantara, lembaga pengelola dana bernilai miliaran dolar yang berfungsi sebagai kendaraan investasi sekaligus perusahaan induk bagi semua perusahaan milik negara. Pembentukan lembaga ini merupakan bagian besar dari upaya pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang ambisius.

Sebelum peluncuran dana tersebut, Presiden mengatakan bahwa ia terbuka untuk menempatkan para pemimpin organisasi keagamaan dan mantan presiden di negara ini sebagai bagian dari dewan penasihat Danantara. Disebutkan bahwa lembaga tersebut mengelola aset senilai sekitar 900 miliar dolar Amerika.

Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menanggapi ajakan Presiden dengan hati-hati. Sekretaris eksekutif Paulus Christian Siswantoko mengatakan bahwa kelompok tersebut belum membuat keputusan apa pun terkait bergabung atau tidak dengan dewan penasihat, jika diundang secara resmi.

Sementara itu, Prabowo secara khusus menyebutkan KWI sebagai lembaga yang mungkin masuk dalam dewan penasihat Danatara. Tapi, Siswantoko mengatakan kepada The Jakarta Post bahwa belum ada diskusi dengan pemerintah tentang usulan tersebut.