TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

Transparansi bansos

Karena perekonomian tampaknya terkendali, wajar jika masyarakat mempertanyakan perlunya penyesuaian anggaran.

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Fri, February 9, 2024

Share This Article

Change Size

Transparansi bansos Workers package food in bags labeled as donations from President Joko “Jokowi” Widodo. (JP/Dhoni Setiawan)
Read in English
Indonesia Decides

Presiden Joko “Jokowi” Widodo, di bulan-bulan terakhirnya memimpin, sedang menghadapi salah satu tantangan tersulit di masa pemerintahannya. Meskipun, baik atau buruk, masyarakat akan menganggap program-program utamanya sudah tuntas, tetapi pemimpin yang sangat populer tersebut kini menghadapi ujian untuk dapat menyelesaikan masa jabatannya dengan meninggalkan nama yang harum.

Kini, masyarakat tidak lagi menilai Jokowi berdasarkan kemampuannya bekerja sehari-hari. Justru, mereka menilai apakah ia dapat bertindak sebagai negarawan dan menunjukkan rasa hormat yang tinggi terhadap hukum dan etika. Intinya, apakah ia dapat tetap menjadi sosok yang jadi junjungan masyarakat Indonesia? Hal itu bukan menyangkut yang ia lakukan, tetapi tentang apa yang seharusnya ia hindari, mengingat kekuasaan yang ia miliki.

Mendekati hari pemilihan umum 2024, semakin jelas bahwa kontestasi ini bersifat pribadi bagi Jokowi. Putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka mencalonkan diri sebagai wakil presiden untuk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Kondisi ini mungkin membuat penilaiannya jadi bias. Semakin banyak orang yang menyadari adanya penyimpangan dalam perilaku Presiden. Mereka melihat bahwa yang dilakukan Jokowi sedikit banyak ada kaitan dengan pencalonan putranya sebagai wakil presiden Indonesia.

Jokowi telah mengunjungi daerah-daerah, khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur, untuk menyalurkan bantuan sosial (bansos) pemerintah selama musim kampanye. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, yang juga Ketua Umum Partai Golkar, dan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), mengikuti jejak Presiden dalam menyalurkan bantuan negara tersebut. Kedua partai tersebut, Golkar dan PAN, merupakan bagian dari koalisi pendukung pasangan Prabowo-Gibran.

Baru-baru ini terungkap bahwa Presiden juga telah memerintahkan realokasi anggaran sebesar Rp50 triliun ($3,17 miliar dolar Amerika) dari total anggaran negara tahun ini. Alasan yang dipakai adalah untuk mengatasi kemungkinan dampak risiko geopolitik. Airlangga mengatakan bahwa sebagian dari dana tersebut akan digunakan untuk membiayai subsidi pupuk yang ditujukan bagi petani. Namun, Kementerian Keuangan menolak merinci apa saja yang akan dicakup dalam alokasi dana baru tersebut.

Meskipun terjadi perlambatan ekonomi global, kondisi ekonomi Indonesia saat ini tidak memerlukan realokasi yang tidak jelas. Apalagi relokasi anggaran yang dilakukan mendadak. Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 5,05 persen pada tahun lalu, turun sedikit dari 5,3 persen pada 2022. Inflasi terus menurun menjadi 2,57 persen pada bulan Januari, dari bulan sebelumnya sebesar 2,61 persen. Kini, inflasi berada pada level terendah dalam 20 tahun.

Karena perekonomian tampaknya terkendali, wajar jika masyarakat mempertanyakan perlunya penyesuaian anggaran. Pertanyaan tersebut semakin mendesak, terutama setelah pemerintah mengalokasikan dana bantuan sosial sebesar Rp496,8 triliun pada tahun ini. Angka bantuan sebesar itu melampaui alokasi dana bantuan selama beberapa tahun terakhir. Jumlah tersebut bahkan hampir setara dengan alokasi anggaran pada 2020, yaitu bantuan sosial yang dibagikan saat pandemi COVID-19. Saat itu, alokasi anggaran pemerintah untuk bantuan sosial adalah senilai Rp498 triliun.

Sebagai pembayar pajak dan warga negara, masyarakat Indonesia berhak mengetahui tata cara perencanaan dan pembelajaan anggaran negara. Kita berhak tahu jika anggaran tersebut akan dikembalikan kepada rakyat atau digunakan untuk kepentingan pribadi para pejabat publik.

Presiden harus ingat bahwa pada tahun pemilu, apalagi saat putranya mencalonkan diri, setiap tindakan yang dilakukannya selalu diawasi publik. Dan jika langkahnya dikaitkan dengan alokasi sumber daya dan personel negara, maka tidak akan sulit untuk mencari bukti jika pada suatu ketika terjadi penyimpangan.

Di masa pandemi mencapai puncaknya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap mantan Menteri Sosial Juliari Batubara atas tuduhan menerima suap dari vendor swasta penyelenggara bantuan pangan COVID-19. Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu dinyatakan bersalah dan divonis 12 tahun penjara.

Selama pandemi, tidak sulit untuk menemukan kejanggalan penyelewengan bantuan sosial. Lembaga antikorupsi mungkin dapat menemukan lebih banyak kasus di masa depan.

Saat ini, Presiden mungkin perlu mengingat pepatah Bahasa Jawa yang familiar tentang pengendalian diri: ngono yo ngono, ning ojo ngono. Arti harfiahnya adalah, “Meskipun bisa, jangan dilakukan.” Kalimat itu bisa diartikan sebagai peringatan, bahwa seseorang berlebihan dalam perbuatan berisiko menuai akibat yang tidak diharapkan.

Semoga Jokowi bisa melewati ujian kali ini.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.