Kementerian berpendapat bahwa dokter asing dapat membantu mengatasi kekurangan tenaga kesehatan profesional yang dihadapi rumah sakit di Indonesia.
ua minggu lalu, terdengar kabar buruk tentang pemecatan mendadak seorang dekan fakultas kedokteran di Surabaya, Jawa Timur. Sementara dari Medan, kabar baik beredar mengenai sejumlah anak yang sembuh setelah sukses menjalani operasi jantung di Rumah Sakit Umum Adam Malik, di ibu kota Sumatera Utara.
Sekilas kedua peristiwa tersebut tampak tidak berhubungan satu dan lainnya. Namun, keduanya terkait pada isu yang sama, yaitu rencana pemerintah mengundang dokter asing untuk membuka praktik di Indonesia.
Pemecatan dekan kabarnya terjadi akibat penentangannya terhadap rencana tersebut. Dan keberatannya disuarakan di depan umum. Sementara itu, operasi yang dinilai berhasil di Medan, dilakukan oleh tim dokter dari Arab Saudi yang dalam dalam misi kemanusiaan. Kementerian Kesehatan menampilkan hal itu sebagai kisah sukses dokter asing yang membantu dan berbagi ilmu dengan dokter Indonesia.
Pemerintah sedang mempertimbangkan untuk membuka Indonesia bagi dokter dari seluruh dunia. Langkah itu diambil untuk mengatasi beberapa problem medis terbesar di Indonesia, salah satunya adalah masalah kekurangan dokter.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023, negara ini hanya memiliki 183.000 dokter, termasuk dokter spesialis dan dokter umum. Dokter sejumlah itu harus melayani 270 juta penduduk. Angka itu menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan rasio antar dokter dan populasi yang terendah. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization atau WHO) telah merekomendasikan agar Indonesia menambah jumlah dokter menjadi 270.000 untuk memenuhi ambang batas tersebut.
Ajakan bagi dokter asing untuk mengisi kesenjangan jumlah dokter di Indonesia tertuang dalam omnibus UU Kesehatan yang disahkan DPR tahun lalu. Kementerian Kesehatan menindaklanjuti penerapan undang-undang tersebut dengan mengeluarkan surat edaran, pada bulan lalu, yang mengumumkan perlunya dokter asing di rumah sakit yang dikelola pemerintah.
Kementerian berpendapat bahwa dokter asing dapat membantu mengatasi kekurangan tenaga kesehatan profesional yang dihadapi rumah sakit di Indonesia. Mereka juga dapat berbagi pengetahuan tentang cara meningkatkan layanan medis, seperti yang sudah terjadi di Medan.
Industri kesehatan tidak hanya membutuhkan dokter yang berkualitas tetapi juga layanan yang lebih baik. Ada keluhan dari pasien mengenai mentalitas komersial yang ditunjukkan para pekerja medis domestik, sehingga banyak pasien akhirnya mencari perawatan medis di luar negeri.
Untuk meredakan kekhawatiran mengenai dokter asing yang akan menggantikan dokter lokal, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa pemerintah akan membatasi izin kerja dokter internasional menjadi empat tahun.
Namun yang meresahkan kita mengenai kontroversi dokter asing adalah cara pemerintah menyikapi perbedaan pendapat.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Budi Santoso, mengkritik rencana pemerintah tersebut dengan mengatakan 92 fakultas kedokteran di seluruh negeri mampu menghasilkan lulusan yang kualitasnya setara dengan dokter asing. Tidak lama kemudian, dia dipecat.
Kementerian Kesehatan membantah adanya kaitan antara pendapat Budi dengan pemecatan tersebut. Namun, pengangkatan atau pemberhentian pejabat di perguruan tinggi negeri, termasuk dekan, harus melibatkan pemerintah.
Penyalahgunaan kekuasaan seperti itu, meskipun didasari niat baik, seharusnya tidak mendapat tempat dalam demokrasi, yang menghargai kebebasan akademis. Budi memang telah diangkat kembali menjadi dekan, tetapi kejadian tersebut akan membuat akademisi lain enggan mempertanyakan kebijakan pemerintah.
Pertama, kekurangan dokter harus diatasi untuk memenuhi hak warga negara atas layanan kesehatan dan di sinilah dokter asing dapat membantu. Namun perlu kita akui bahwa dokter asing bukanlah obat mujarab.
Salah satu permasalahan mendesak yang dihadapi sektor kesehatan di negara ini adalah keamanan dan kesejahteraan pekerja medis. Setelah menjalani pendidikan kedokteran yang panjang dan mahal, para dokter cenderung menghindari praktik di daerah terpencil atau tertinggal agar bisa menerima gaji yang lebih baik di kota. Akibatnya, masyarakat di pedesaan kehilangan hak atas perawatan medis.
Penting bagi pemerintah untuk segera mengatasi kesenjangan distribusi dokter ini. Insentif yang diberikan kepada dokter dan keluarga mereka untuk bekerja di wilayah terpencil dan tertinggal dinilai masih kurang.
Pada hakikatnya, profesi medis merupakan pekerjaan kemanusiaan, yaitu membantu siapa pun yang membutuhkan. Oleh karena itu, dokter tidak mengenal batas negara. Orang sakit bisa ada di mana saja, di perkotaan atau pedesaan, kaya atau miskin. Merupakan tanggung jawab pemerintah untuk memastikan ketersediaan dokter bagi semua orang.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.