Upaya pembunuhan terhadap Trump minggu lalu, sampai titik tertentu, tidak mengejutkan, mengingat kekerasan politik adalah hal yang sudah mendarah daging di AS.
etika Donald Trump semakin santer diprediksi akan kembali ke Gedung Putih pada Januari mendatang, jargon “impian Amerika” yang dijunjung tinggi telah berubah menjadi “mimpi buruk Amerika”. Kredo “In God we trust” atau “Kami percaya Tuhan” telah ditafsirkan oleh para ekstremis dan fundamentalis secara sembarangan sesuai yang mereka mau. Masyarakat di Asia dan belahan dunia lainnya hanya bisa menunggu dengan cemas. Ada juga yang menunggu saja untuk beradaptasi dengan kondisi Trump akan menjadi presiden AS untuk kedua kalinya, serta kekacauan yang terjadi setelahnya.
American dream diakui secara luas sebagai simbol kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk mencapai kesuksesan dan kesejahteraan melalui kerja keras, tekad, dan inisiatif. Tidak ada keraguan bahwa AS tetap menjadi kekuatan ekonomi dan militer terkuat di dunia. Masyarakat global memandang Amerika sebagai negara yang memperjuangkan demokrasi, hak asasi manusia, dan supremasi hukum.
Namun sedikit demi sedikit, kepercayaan terhadap American dream mulai runtuh. Kepemimpinan Trump pada 2017 hingga 2021 bertanggung jawab atas sebagian besar kemerosotan norma-norma demokrasi.
Sebuah tulisan dalam jurnal The Annals of the American Academy of Political and Social Science berpendapat bahwa Trump melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap pemilu. Ia juga mendorong kekerasan politik, memfitnah media arus utama, serta memposisikan dirinya sebagai orang kuat dalam bidang hukum dan ketertiban yang menantang imigran dan menindak pemrotes. Ia juga dinilai secara terbuka mengecam dukungan dari kelompok sayap kanan.
Upaya pembunuhan terhadap Trump minggu lalu, sampai batas tertentu, tidak mengejutkan, mengingat bahwa kekerasan politik sudah mendarah daging di AS. Perlu dicatat bahwa Trump adalah pendukung kebijakan kepemilikan senjata yang memungkinkan Thomas Mathew Crooks melakukan upaya pembunuhan terhadap dirinya.
Ketika presiden Ronald Reagan lolos dari upaya pembunuhan John Hinckley Jr. pada 1981, kesempatan tersebut dimanfaatkan sang presiden untuk menggalang warga Amerika agar bersatu membangun negara yang lebih baik. Namun tindakan kenegarawanan ini sepertinya tidak akan terulang di AS yang saat ini makin terpecah belah.
Pendukung Trump, bahkan pasangannya Senator Ohio JD Vance, dengan segera mengkritik Presiden Joe Biden atas insiden tersebut. Mereka mengklaim hal itu sebagai kegagalan Biden menjamin keselamatan Trump. Setelah mengutuk serangan hari Sabtu itu, Biden menelepon Trump dan mengatakan bahwa ia dan sang istri ikut mendoakan Trump.
Penembakan tersebut semakin memperkuat keunggulan Trump atas Biden dalam jajak pendapat menjelang pemilihan umum November mendatang. Trump jelas menjadi kandidat paling unggul, bahkan sebelum upaya pembunuhan tersebut.
Survei Reuters/Ipsos yang diterbitkan pada Selasa menemukan bahwa 80 persen pemilih, baik dari Partai Republik maupun Demokrat, setuju dengan pernyataan bahwa AS “sedang bergerak tanpa kendali”. Sekitar 84 persen dari mereka menyatakan kekhawatiran bahwa para ekstremis akan melakukan tindakan kekerasan setelah pemilu.
Jajak pendapat lain yang dilakukan oleh Public Religion Research Institute pada musim gugur lalu menemukan bahwa 23 persen warga Amerika setuju dengan pernyataan “tentara Amerika mungkin harus menggunakan kekerasan untuk menyelamatkan negara”. 33 persen hasil survei adalah dari Partai Republik, ditambah 13 persen dari Partai Demokrat.
Baru-baru ini, Trump mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa ia hanya akan mengakui hasil pemilu November jika ia tidak melihat adanya kejanggalan. Nampaknya ia masih bersikeras bahwa kekalahannya dari Biden pada 2020 adalah akibat manipulasi pemilu oleh Partai Demokrat.
Jika dia menang, Trump akan menjadi presiden Amerika pertama yang bisa menjabat setelah dijatuh vonis bersalah oleh pengadilan. Pada Mei, juri di New York memutuskan dia bersalah atas seluruh 34 dakwaan dalam skema mempengaruhi pemilu 2016 secara ilegal. Salah satu yang dilakukan adalah memberikan uang tutup mulut pada seorang bintang porno untuk tidak membongkar rahasia bahwa mereka pernah berhubungan seksual. Hukuman Trump diperkirakan akan dijatuhkan pada bulan September.
Amerika, yang telah lama menjadi mercusuar demokrasi, perlahan-lahan mulai kehilangan daya tariknya. Dan tidak ada alternatif lain yang dapat secara meyakinkan menggantikan posisi Amerika. Negara-negara lain harus menemukan cara mereka sendiri untuk menutup kesenjangan besar yang diakibatkan oleh menurunnya kekuatan Amerika.
Seperti halnya negara-negara lain, Indonesia juga harus bersiap menghadapi AS di bawah kepemimpinan Trump selama empat tahun ke depan, hingga 2028. Dunia akan dilanda ketidakpastian yang lebih besar. Namun, tidak ada pilihan selain menghadapinya. Kabar baiknya adalah bahwa kita setidaknya tahu harus berharap apa, toh kita pernah mengalami melihat Amerika menjalani masa kepresidenan Trump yang pertama.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.