Jangan sampai kita sia-siakan lebih banyak lagi waktu. Semua harus dilakukan demi bangsa dan cita-cita negara ini.
Tahun ini, Indonesia telah membuktikan ketahanan ekonominya. Menurut Bank Dunia, Dana Moneter Internasional, dan Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank atau ADB), pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang diharapkan adalah sebesar 5 persen.
Inflasi juga terkendali, dengan harga pangan yang terus menurun sepanjang tahun. Sementara itu, anggaran negara tetap dalam kondisi baik jika dibandingkan dengan negara-negara maju di dunia. Banyak negara maju mengalami defisit tinggi di atas beban utang yang sudah besar.
Kondisi ekonomi Indonesia tetap stabil, meskipun ada banyak ketidakpastian di tahun ini, terutama karena ada pemilihan presiden, pemilihan anggota legislatif, dan pemilihan kepala daerah. Investor dan kalangan bisnis umumnya memilih untuk menunggu, ambil sikap wait and see, menantikan yang akan terjadi dari perubahan di tahun ini. Telah hadir pemerintahan baru yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto.
Dengan selesainya semua transisi pemerintahan, kita boleh mengharapkan ada lebih banyak kepastian di tahun depan.
Namun, kita harus menerima bahwa kita masih menghadapi lebih banyak ketidakpastian. Dan, kali ini, ketidakpastian itu berasal dari eksternal, yang artinya di luar kendali kita sebagai sebuah negara.
Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump, yang akan dilantik pada 20 Januari 2025, telah berjanji bahwa pemerintahannya akan memperkenalkan sejumlah kebijakan proteksionis. Salah satunya adalah tarif bea masuk yang tinggi, yang dapat menambah tekanan pada ekonomi dunia. Kebijakan tersebut akan berdampak pada Indonesia, secara langsung maupun tak langsung.
Tiongkok, negara yang diincar Amerika untuk perang dagang yang makin sengit, adalah mitra dagang terbesar Indonesia. Tiongkok dan Hong Kong, yang secara perdagangan dianggap negara berbeda, adalah dua sumber investasi asing langsung terbesar bagi Indonesia.
Pemerintah juga perlu tetap waspada terhadap ketegangan geopolitik yang berkepanjangan di Timur Tengah dan Ukraina, berikut dampaknya terhadap ekonomi global.
Ekspor Indonesia terus berkinerja baik sepanjang tahun, dan secara konsisten melampaui impor. Namun, meskipun November ditandai adanya surplus perdagangan selama 55 bulan berturut-turut, besarnya surplus itu menyusut sepanjang tahun karena harga komoditas kembali normal.
Maka, tidak mengherankan jika Bank Dunia memperkirakan bahwa neraca transaksi berjalan Indonesia akan membengkak dengan cepat hingga defisit sekitar 1,4 persen, dari 0,9 persen tahun ini. Artinya, volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS makin besar.
Hal tersebut, dikombinasikan dengan ketidakpastian akibat kebijakan Trump, berarti mempersempit ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk melanjutkan pelonggaran kebijakan moneternya tahun depan. Dan hal itu berpotensi membatasi penurunan suku bunga yang sangat diinginkan, yang dimaksudkan untuk mendorong ekonomi domestik pada 2025, seberapa pun rendahnya inflasi di Indonesia.
Namun, ada sedikit harapan. Trump telah mengisyaratkan keinginannya untuk mengakhiri perang berkepanjangan di Ukraina dan Timur Tengah. Berkurangnya ketegangan dan konflik akan menjadi kabar baik bagi ekonomi dunia.
Sambil menunggu meredanya pertikaian global, pemerintahan baru harus mempersiapkan diri dengan baik. Dengan begitu, negara dapat memetik manfaat begitu masa damai kembali tiba. Terlebih, banyak pekerjaan penting yang belum terselesaikan di tahun ini.
Tahun ini, Indonesia mengalami kondisi buruk terkait koordinasi pemerintah. Hal itu terutama dalam kebijakan perdagangan, dengan menteri perdagangan dan menteri industri saling menyalahkan atas masalah tersebut.
Indonesia juga telah kehilangan kesempatan beberapa tahun untuk mengambil langkah tepat demi mengurangi penyusutan kelas menengahnya. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikategorikan sebagai kelas menengah adalah orang-orang dengan pengeluaran bulanan 3,5 hingga 17 kali lipat dari tingkat pengeluaran keluarga miskin. Angka yang dipatok untuk pengeluaran keluarga miskin adalah sebesar Rp582.932.
Tahun ini, Mahkamah Konstitusi juga meminta pemerintah menyusun undang-undang ketenagakerjaan baru. Perintah itu berimbas pada terjadinya ketidakpastian bagi bisnis, yang baru akan terpecahkan saat aturan baru mulai berlaku.
Tahun ini, Indonesia telah membuang-buang waktu yang berharga karena pejabat pemerintah terlalu asyik dengan politik. Bahkan presiden juga termasuk. Dan pemerintah baru masih menyesuaikan diri dengan perubahan organisasi dan kebijakan besar yang ia usung.
Kita tidak boleh buang-buang waktu lagi, mari bergerak demi bangsa dan cita-cita negara ini.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.