Usulan untuk merevisi UU Wantimpres menambah daftar rancangan undang-undang kontroversial yang diajukan ke legislatif, hanya beberapa bulan sebelum Prabowo menjadi presiden pada Oktober mendatang.
ewan Perwakilan Rakyat memicu kemarahan kelompok sipil ketika mereka seperti terburu-buru meloloskan sejumlah rancangan undang-undang yang kontroversial pada hari-hari terakhir masa sidang. Mereka memutuskan sesuatu berdasarkan secara terburu-buru dan cenderung tidak tepat sasaran.
Pada Kamis 11 Juli, DPR dengan suara bulat menyetujui usulan untuk merevisi undang-undang yang mengatur tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Dengan demikian, mereka setuju untuk menghidupkan kembali Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang menjadi ciri khas era Orde Baru. Dan hal itu tetap diputuskan meskipun ada penolakan dari para kritikus yang menilai hadirnya kembali DPA sebagai kembalinya otoritarianisme.
Dengan diputuskannya usulan revisi UU, para anggota legislatif selangkah maju untuk memulai pembahasan formal dengan pemerintah mengenai RUU tersebut. Salah satu poinnya adalah mengubah status dewan. Awalnya, dewan berada di bawah Presiden, tetapi kemudian menjadi “lembaga negara” yang terpisah dari cabang eksekutif dan “sederajat dengan lembaga negara lainnya”.
Keputusan DPR diambil hanya dua hari setelah Badan Legislasi (Baleg) DPR selesai menyusun usulan revisi tersebut. Usulan juga berisi upaya menghilangkan batasan jumlah anggota dewan dan memperbolehkan pimpinan partai politik menjadi anggota.
Para kritikus mengatakan bahwa rencana tersebut merupakan upaya untuk memberi penghargaan kepada mereka yang telah membantu Ketua Partai Gerindra, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka memenangkan pemilihan presiden Februari lalu. Para pendukung ini diberi posisi baru yang lebih tinggi di dewan.
Usulan untuk merevisi UU Wantimpres menambah panjang daftar rancangan undang-undang kontroversial yang diajukan ke legislatif beberapa bulan sebelum Prabowo, yang saat ini menjabat sebagai Menteri Pertahanan, menjadi presiden pada Oktober mendatang.
Dalam daftar, termasuk rancangan undang-undang yang mengizinkan anggota aktif Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk ditempatkan pada posisi apa pun di pemerintahan, jika Presiden memutuskan bahwa hal tersebut diperlukan. Lalu, memberikan wewenang kepada polisi untuk menguasai dunia maya serta melakukan pekerjaan pengawasan dan intelijen. Dan yang ketiga adalah mengizinkan untuk adanya kabinet presidensial yang lebih besar.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.