Diperlukan platform tabulasi suara yang andal untuk memantau hasil pilkada serentak di 37 provinsi dan 508 kota serta kabupaten.
eski terjadi kericuhan saat penghitungan suara daring pada pemilu 14 Februari lalu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memutuskan untuk tetap menggunakan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) pada pemilihan kepala daerah (pilkada) 27 November mendatang.
KPU menyatakan, pihaknya telah menyempurnakan platform digital penghitungan suara tersebut, khususnya program aplikasi untuk memasukkan data suara. KPU juga menyiapkan peraturan untuk memastikan sistem tersebut berfungsi dengan baik pada saat pilkada.
Ada banyak alasan untuk meragukan KPU dan kemampuannya menjalankan sistem teknologi.
Pasca pemilu lalu, perbedaan jumlah suara, antara yang ditampilkan di platform dan hasil penghitungan manual, menimbulkan keributan di kalangan partai politik dan kandidat.
Keganjilan tersebut, serta tudingan kebocoran data pemilih, memicu kritik masyarakat. Hal itu memaksa KPU menghentikan penggunaan Sirekap, demi mengamankan kredibilitas pemilu.
Meskipun KPU berhasil menyelesaikan penghitungan suara secara manual dan mengumumkan pemenang pemilu, kepercayaan masyarakat terhadap platform dan kompetensi lembaga pemilu dalam menjalankan sistem masih sangat minim. Hal ini terlihat jelas dalam sidang di DPR pekan lalu. Saat itu, anggota parlemen menyarankan agar KPU membuang platform tersebut kecuali jika sistemnya dapat diperbaiki.
Baru-baru ini, skandal seks membuat Ketua KPU Hasyim Asy’ari kehilangan jabatannya. Kasus itu semakin memperburuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga pemilu. Ketika KPU sedang berjuang untuk memulihkan reputasinya, keraguan muncul mengenai kemampuan pelaksana tugas Ketua KPU Afifuddin dapat mengarahkan lembaga tersebut untuk membereskan semua hal. Yang perlu dibereskan, terutama adalah Sirekap yang bermasalah.
Masih ada lagi kasus yang membuat kepercayaan masyarakat terhadap komitmen negara terkait perlindungan data anjlok ke titik terendah, yaitu serangan ransomware baru-baru ini terhadap pusat data nasional sementara. Insiden ini merupakan serangan siber terbaru yang menargetkan sistem siber pemerintah dalam satu tahun terakhir. Setidaknya terjadi tiga serangan siber besar terhadap Polri, Kantor Imigrasi, dan lembaga perbankan milik negara, Bank Syariah Indonesia.
Jika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serta lembaga-lembaga terkait yang bertanggung jawab atas perlindungan data tidak dapat menjalankan kewajibannya secara efektif, bagaimana kita bisa percaya bahwa KPU dapat melakukan tugasnya dengan lebih baik? Bahkan jika KPU menempatkan ahli siber terbaik, tetap akan sulit percaya pada KPU. Bagaimana pun, huru hara Sirekap telah menjelaskan semuanya.
Namun, tidak ada alasan bagi KPU untuk tidak bertindak. Kita masih membutuhkan platform tabulasi suara yang andal untuk memantau hasil pilkada serentak di 37 provinsi dan 508 kota dan kabupaten.
Sebagai negara kepulauan yang ratusan wilayahnya dipisahkan oleh laut, penghitungan suara yang baik secara tepat waktu dan berlangsung daring dapat membantu meringankan masalah logistik. Hal itu juga mengembalikan kepercayaan terhadap cara KPU menyelenggarakan salah satu pemilu satu hari terbesar di dunia.
Segera setelah serangan ransomware, saat ini pemerintah seharusnya punya pakar teknologi dan keamanan siber yang lebih baik. Memperbaiki Sirekap harus menjadi prioritas utama, mengingat pilkada pada 27 November akan menjadi peluang besar bagi negara ini untuk mempertahankan demokrasi yang telah dicapai dengan susah payah.
Ini bukan hanya menjadi kali pertama semua daerah menyelenggarakan pemilihan umum serentak. Lebih jauh, penyelenggaraan pilkada juga menguji kemampuan negara dalam menerapkan demokrasi yang seutuhnya dengan memilih pemimpin daerah terbaik. Setelah negara terbukti mampu menyelenggarakan pemilu secara damai, keberhasilan Sirekap dalam mendukung pilkada dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan teknis pemerintah.
Pilkada 27 November akan menjadi masa pembuktian bagi KPU dan pemerintah. Sebaiknya mereka tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut, karena, bisa jadi, tidak akan ada lagi keberuntungan untuk yang ketiga kalinya.
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.