TheJakartaPost
Please Update your browser
Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.
Kerja sama perdagangan dengan Iran, gerbang Indonesia masuk ke Timur Tengah
Change text size
Gift Premium Articles
to Anyone
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Cranes are used to move containers at Tanjung Perak Port in Surabaya, East Java. The port, one of the country's biggest, is operated by state-owned company Pelindo III. (Antara/Zabur Karuru)
S
eorang pejabat pemerintah mengatakan bahwa sebuah perjanjian perdagangan preferensial (preferensial trada agreement atau PTA) dengan Teheran yang mencakup ratusan produk akan memberi akses ke wilayah Timur Tengah yang lebih luas bagi Indonesia, berkat kekuatan ekonomi dan sumber daya alam Iran.
Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional dari Kementerian Perdagangan Djatmiko Bris Witjaksono mencatat bahwa PTA tersebut merupakan pakta perdagangan kedua Indonesia dengan negara Timur Tengah setelah Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA) dengan Uni Emirat Arab pada 2021.
“Iran bisa menjadi pusat dan gerbang kita ke [pasar Timur Tengah],” kata Djatmiko dalam konferensi pers daring yang digelar Senin lalu.
“Dengan perjanjian perdagangan tersebut, Indonesia mengincar Armenia, Azerbaijan, Afghanistan, dan mungkin Turki,” ujar Djatmiko.
Perjanjian dengan Iran adalah kendala perdagangan pertama yang dihapus, mengamanatkan kedua negara untuk menurunkan tarif untuk sekitar 230 produk perdagangan.
Perdagangan bilateral antara kedua negara Indonesia dan Iran saat ini bernilai sekitar $250 juta dolar Amerika, dengan catatan keuntungan yang lebih besar bagi Indonesia, yang tampak dari nilai surplus sekitar S$200 juta dolar Amerika, menurut Djatmiko.
“Pembahasannya berjalan relatif cepat, semuanya selesai dalam waktu kurang dari tiga tahun,” jelas Djatmiko, lalu menambahkan bahwa kesepakatan tersebut dapat dilaksanakan di lapangan dalam beberapa bulan setelah diratifikasi, sesuai dengan prosedur administratif masing-masing negara.
