Selama bertahun-tahun ke depan, Jakarta akan terus berperan strategis dalam perekonomian nasional.
akarta merayakan hari jadinya yang ke-497 hari ini. Banyak orang percaya, inilah perayaan terakhir ulang tahun Jakarta dalam status sebagai ibu kota negara. Pasalnya, Presiden Joko “Jokowi” menandatangani Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Jakarta sebagai daerah khusus. Bahkan penjabat gubernur Heru Budi Hartono pun mengatakan demikian.
Namun narasi resmi tidak selalu menggambarkan semua yang terjadi. Memang benar bahwa Jakarta pada akhirnya akan kehilangan hak istimewanya sebagai pusat pemerintahan negara, tapi realisasinya masih jauh.
Pasal 63 undang-undang tersebut menyatakan bahwa setelah diundangkan, Jakarta akan tetap menjadi ibu kota Indonesia sampai presiden menandatangani keputusan pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Nusantara di Kalimantan Timur. Dan hal itulah yang belum terwujud.
Bahkan jika keputusan presiden tersebut ditandatangani hari ini, status lama Jakarta sebagai ibu kota negara akan tetap masih ada. Pasal 64 undang-undang tersebut menyatakan bahwa urusan pemerintahan tetap dapat diselenggarakan di Jakarta dan Jakarta masih dapat menjadi tempat kedudukan lembaga-lembaga negara dan organisasi-organisasi lainnya, sepanjang gedung-gedung perwakilan dan sistem pendukung pemerintahan juga ada di Nusantara.
Mengingat berbagai tantangan yang terjadi, terutama terkait pendanaan, pemerintah mungkin butuh waktu bertahun-tahun untuk akhirnya memindahkan ibu kota. Padahal itulah impian Presiden Jokowi yang mungkin akan diteruskan kepada presiden terpilih Prabowo Subianto.
Jakarta telah menjadi ibu kota negara selama sebagian besar masa kemerdekaan Indonesia, yang dimulai pada Agustus 1945. Meskipun kenyataannya, pendiri negara, Presiden Sukarno, pernah untuk sementara memindahkan ibu kota ke Yogyakarta dua kali, pada 1946 dan 1949. Ibu kota pernah juga dipindahkan ke Bukittinggi di Sumatera Barat pada 1948. Pemindahan itu merupakan respon atas keadaan darurat saat perang kemerdekaan.
Kali ini alasan relokasi benar-benar berbeda. Pemerintah mengatakan bahwa Jakarta tidak lagi cocok untuk dijadikan ibu kota. Alasannya, antara lain, karena terbatasnya infrastruktur dan layanan di tengah tingginya pertumbuhan penduduk. Penelitian menunjukkan bahwa Jakarta nyaris tenggelam. Ditambah lagi kota ini masih belum mampu mengatasi masalah banjir dan kemacetan lalu lintas, yang merupakan pertanda buruk bagi masa depan pemerintahan, jika tetap di Jakarta.
Karena itu, pertanyaan yang paling sering diajukan warga Jakarta mengenai pemindahan ibu kota adalah jika pemerintah pusat akan meninggalkan kota ini dalam kondisi sulit, dan membiarkannya mengatasi sendiri dampak pembangunan besar-besaran yang terjadi selama beberapa dekade terakhir.
Meski demikian, perubahan status tidak akan menjadi masalah bagi banyak orang, termasuk dunia usaha. Jakarta akan mempertahankan daya tariknya karena mampu menyediakan berbagai layanan yang hanya bisa diperoleh di segelintir kota lain saja di Indonesia.
Selama bertahun-tahun ke depan, Jakarta akan berperan strategis dalam perekonomian nasional. Data resmi menunjukkan bahwa sekitar 70 persen peredaran uang negara terjadi di Jakarta, yang menjadikannya sebagai pusat kegiatan perekonomian.
Tahun lalu, Jakarta menyumbang 16,77 persen PDB dan 11,70 persen investasi nasional.
Kota ini juga telah menjadi tujuan wisata unggulan berkat sajian kuliner, sejarah, dan budayanya. Tentu hal tersebut akan terus berlanjut bahkan ketika Nusantara mengambil status ibu kota. Namun, pemerintah kota mungkin perlu meningkatkan upaya pemasaran di sektor wisata, untuk menarik lebih banyak turis.
Benni Aguscandra, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi DKI Jakarta, mengatakan bahwa pemindahan ibu kota justru dapat membawa investasi baru ke Jakarta. Investasi tersebut khususnya di sektor pariwisata; pertemuan, insentif, konferensi dan pameran (meetings, incentives, conferences and exhibitions atau MICE); properti; dan transportasi.
Optimisme tersebut masuk akal, karena pemerintah pusat berencana mengubah Jakarta menjadi kawasan aglomerasi pasca pemindahan ibu kota. Zona aglomerasi ini akan mempertemukan sektor industri, perdagangan, transportasi, dan faktor-faktor strategis lainnya untuk mendukung perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakatnya.
Pembangunan MRT yang menghubungkan Jakarta dan kota satelitnya, yakni Tangerang dan Bekasi, akan memudahkan terbentuknya kawasan aglomerasi tersebut.
Bagi jutaan orang di luar Jakarta, kota ini juga masih mewakili impian yang mereka dambakan. Sesuai judul lagu lama, “Siapa Suruh Datang Jakarta?”
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.