TheJakartaPost

Please Update your browser

Your browser is out of date, and may not be compatible with our website. A list of the most popular web browsers can be found below.
Just click on the icons to get to the download page.

Jakarta Post

PDI-P baru gejala

Partai politik telah menjadi alat efektif bagi para elit—baik sipil, militer, maupun taipan bisnis—untuk mempertahankan dan memperluas pengaruh mereka.

Editorial board (The Jakarta Post)
Jakarta
Fri, August 8, 2025 Published on Aug. 7, 2025 Published on 2025-08-07T16:13:23+07:00

Change text size

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Indonesian Democratic Party of Struggle (PDI-P) chairwoman Megawati Soekarnoputri welcomes party secretary-general Hasto Kristiyanto on Aug. 2 before the closing session of the party congress in Nusa Dua, Bali. Hasto was convicted of bribery on July 25, just days before his appearance at the congress, but then received an amnesty from President Prabowo Subianto. Indonesian Democratic Party of Struggle (PDI-P) chairwoman Megawati Soekarnoputri welcomes party secretary-general Hasto Kristiyanto on Aug. 2 before the closing session of the party congress in Nusa Dua, Bali. Hasto was convicted of bribery on July 25, just days before his appearance at the congress, but then received an amnesty from President Prabowo Subianto. (Antara/Monang Sinaga)
Read in English

 

Dengan terpilihnya kembali Megawati Soekarnoputri, yang berusia 78 tahun, sebagai ketua umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) baru-baru ini, ia siap menjadi pemimpin tertinggi seumur hidup bagi partai terbesar di Indonesia dan membangun dinasti politik untuk dirinya sendiri. Meski begitu, para pengikut setianya mengklaim bahwa kepemimpinan Megawati adalah yang paling dibutuhkan untuk menjaga persatuan.

Namun, Megawati tidak sendiri dalam perkara mengonsolidasikan kekuasaan politik melalui keluarga. Tren ini juga terlihat pada tokoh-tokoh terkemuka lainnya, termasuk tiga presiden lain. Prabowo Subianto dan mantan presiden Susilo "SBY" Bambang Yudhoyono serta Joko "Jokowi" Widodo juga telah aktif membangun dinasti politik mereka sendiri. Taipan media Surya Paloh pun telah mendirikan partai politiknya sendiri.

Baik SBY maupun Jokowi diperkirakan akan mengusung putra-putra mereka dalam pemilihan presiden 2029. Saat itu, Prabowo akan berusia 78 tahun. Putra Prabowo, seorang perancang busana, belum menunjukkan minat pada politik.

Megawati, putri presiden pertama Indonesia, Sukarno, telah memimpin PDI-P dengan kekuasaan absolut selama 32 tahun. Para pendukungnya percaya bahwa hanya keturunan Sukarno yang berhak melindungi Marhaenisme. Ideologi partai tersebut mempromosikan persatuan nasional, budaya, dan ekonomi kolektivis sebagai alternatif liberalisme. Megawati menjadi terkenal pada 1990-an sebagai simbol protes terhadap Presiden Suharto, yaitu protes yang dipimpin kaum muda. Gerakan itu akhirnya menyebabkan kejatuhan Soeharto pada 1998.

Viewpoint

Every Thursday

Whether you're looking to broaden your horizons or stay informed on the latest developments, "Viewpoint" is the perfect source for anyone seeking to engage with the issues that matter most.

By registering, you agree with The Jakarta Post's

Thank You

for signing up our newsletter!

Please check your email for your newsletter subscription.

View More Newsletter

Pada 1999, PDI-P memenangkan pemilihan legislatif. Tetapi, sang ketua kalah dalam perebutan kursi kepresidenan. Adalah Abdurrahman "Gus Dur" Wahid yang menjadi presiden, Megawati kemudian menjabat sebagai wakilnya. 

Megawati lalu menjadi presiden pada 2001 setelah pemakzulan Gus Dur. Ia menjabat hingga 2004. Meskipun kalah dalam pemilihan presiden 2004 dan 2009, SBY yang menang, Megawati tetap menjadi "kingmaker". Ia punya peran penting dalam mengangkat politisi, seperti Jokowi, ke jabatan tertinggi. Kendali Megawati yang telah lama berlangsung atas PDI-P mencakup lima tahun sebelum Soeharto jatuh.

Bangsa ini patut prihatin dengan praktik politik keluarga semacam ini. Memang, menghentikan dinasti politik tampaknya hampir mustahil. Harapan perbaikan pernah ditumpukan pada Partai Solidaritas Indonesia (PSI), partai yang lebih kecil dan dipimpin oleh politisi muda. Meskipun kinerjanya dalam pemilihan umum yang terakhir tidak bagus, partai tersebut tetap menarik bagi tokoh-tokoh berpengaruh, termasuk Jokowi.

PDI-P telah berada di jajaran tiga partai teratas selama enam kali pemilihan umum sejak 1999. Posisi tersebut menjadikan Megawati sebagai kekuatan utama dalam politik Indonesia. Bangkitnya kekuasaannya bertepatan dengan munculnya dinasti keluarga yang kuat di tingkat nasional dan daerah. Ia belum menunjuk pengganti, tetapi putra dan putrinya adalah kandidat terkuat.

Golkar merupakan pengecualian karena tidak bergantung pada dinasti politik. Tetapi partai tersebut juga bukan model yang patut dicontoh, karena suksesi kepemimpinannya selalu ditentukan oleh uang.

Partai politik telah menjadi alat efektif bagi para elit—baik sipil, militer, maupun taipan bisnis—untuk mempertahankan dan memperluas pengaruh mereka. Kekuasaan lalu terkonsentrasi di tangan segelintir oligarki, dan Megawati adalah bagian dari tren ini.

Indonesia diakui sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Seharusnya, warga negara memegang kekuasaan tertinggi. Kenyataannya, oligarki politik dan ekonomilah yang sebenarnya mengendalikan negara. Demokrasi seringkali hanya berfungsi sebagai formalitas belaka. Praktik semacam ini juga terlihat di beberapa negara yang lebih maju.

Megawati mungkin secara keliru berasumsi bahwa para pendukung setianya akan tetap bersama PDI-P setelah ia mangkat. Bagaimana pun, SBY, dengan Partai Demokratnya, serta Jokowi, melalui kendalinya atas PSI, tampak lebih siap untuk pemilu 2029. Kesiapan ini penting mengingat ada kemungkinan Prabowo memutuskan untuk tidak mencalonkan diri lagi karena alasan usia.

Banyak yang masih belum sadar, atau sekadar mengingkari fakta, bahwa Indonesia kini dikontrol oleh segelintir keluarga berkuasa hingga menyerupai oligarki. Ini adalah realitas yang memprihatinkan, bukan hanya menyangkut Megawati dan PDI-P.

Perang melawan dinasti politik akan menguras energi kita. Namun, kombinasi reformasi hukum, penguatan kelembagaan, kesadaran publik, dan pengawasan media menawarkan jalan yang paling menjanjikan menuju demokrasi yang lebih inklusif dan representatif.

Your Opinion Matters

Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.

Enter at least 30 characters
0 / 30

Thank You

Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.

Share options

Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!

Change text size options

Customize your reading experience by adjusting the text size to small, medium, or large—find what’s most comfortable for you.

Gift Premium Articles
to Anyone

Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!

Continue in the app

Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.